9.22.2008

Memperingati Hari Al-Quds (Bah 1)

. 9.22.2008



Menyoroti Keagungan Peribadi Imam Khomeini

Salah satu kelebihan Imam Khomeini berbanding pemimpin-pemimpin lain di dunia adalah keperibadiannya yang begitu agung. Jarang sekali individu yang menduduki kedudukan yang begitu penting seperti Imam Khomeini, mampu mempertahankan ketulusan peribadinya sepanjang hayatnya. Bayangkanlah! Imam adalah seorang marja' taqlid tanpa tandingan. Pemimpin yang "memiliki" segalanya. Apa saja yang ia inginkan, tidak akan ada yang menolaknya. Rakyat dengan tulus sedia mengorbankan seluruh harta dan jiwanya demi keperluan Imam. Tapi dalam kekuasaan seperti ini, Imam justeru telah menunjukkan perkara yang sulit dijangkau oleh manusia kebanyakan.

Kesederhanaannya, kerendahan hatinya, keramahannya, kejujurannya, kewara'annya, ketulusannya, kedermawanannya, kesabarannya, keteguhannya, keberaniannya, dan kebaikan-kebaikan lainnya terhimpun dalam diri Imam. Semua itu mencerminkan keperibadian Imam yang agung. Berikut adalah beberapa pengalaman yang dilaporkan murid atau orang-orang yang rapat dengan Imam. Kita mulai dari pengalaman Hujjatul-Islam Syekh Abdul-Ali Qarahi, murid dan sekaligus pembantu dekat Imam Khomeini, yang selalu bersama beliau lebih dari dua puluh tahun, terutama selama masa pembuangan di kota Najaf, Iraq.

Syekh Qarahi menceritakan bahawa Najaf adalah kota yang panas. Pada saat-saat tertentu ia mencapai lebih dari 50 darjah. Untuk mengatasi hal itu, orang biasanya memasang alat pendingin. Lebih-lebih bagi mereka yang datang dari negeri dingin seperti Iran. Orang-orang dekatnya, murid-muridnya, berkali-kali mendesak Imam memasang alat pendingin. Tapi Imam selalu menolak. Mereka tidak tega melihat Imam kerap menyapu keringat kerana kepanasan.

Pada suatu hari, di saat panas-panasnya udara, Boujnurdi, seorang yang mengagumi Imam, mencadangkan kepada Imam supaya beristirehat di kota Kufah yang sedikit lebih segar dibanding Najaf yang menyengat kulit. Ia memberi alasan kepada Imam, bahawa marja'-marja', tokoh-tokoh agama lain juga istirehat di Kufah. Imam menjawab, "Bagaimana saya boleh bersenang-senang, sementara pejuang-pejuang di Iran disiksa rejim Shah dalam sel-sel sempit dan lorong-lorong gelap?"


Bukan sekadar untuk menunjukkan solidaritas, tapi memang secara rela Imam Khomeini memilih cara hidup sederhana. Hinggakan sederhananya, ketika meninggal dunia beliau tidak memiliki harta apapun kecuali beberapa helai pakaian dan buku-buku yang ditinggalkan buat anak-anaknya. Syekh Qarahi dan murid-murid Imam yang lain menceritakan bahawa ketika Imam di Najaf, rumah yang ditinggalkannya tidak berbeda dangan rumah-rumah rakyat biasa yang lainnya. Tiada pendingin. Hanya ada satu dua kipas angin. Padahal Najaf terkenal sangat panas.

Imam juga hanya memiliki beberapa tikar dan karpet saja, satu untuk ruangan keluarga dan beberapa untuk tamu. Tapi masih tidak mencukupi, sehingga sebagian tamu yang datang terpaksa harus duduk tanpa alas. Syekh Qarahi menuturkan, "Suatu hari saya minta izin kepada Imam supaya menambah kekurangan karpet yang ada di ruangan tamu. Imam menolak dan berkata kepada saya, 'Jika memang diperlukan, ambil saja yang di dalam.' Saya katakan kepada Imam bahawa yang ada di ruang dalam bukan karpet, tapi tikar yang sudah lusuh. Tidak sesuai rasanya diletakkan di ruangan tamu. Imam menjawab, 'Ini bukan rumah Perdana Menteri!' Saya jawab, 'Bahkan lebih tinggi dari Perdana Menteri. Ini adalah rumah Imam Zaman.' Imam berkata, 'Kita tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di rumah Imam Zaman.' "

Dalam kisah lain Syekh Qarahi menceritakan, bahawa pada suatu hari Imam menyuruh saya membuatkannya baju jubah. Saya pergi ke tukang jahit yang saya kenal, dan minta beberapa jenis kain untuk dipilih Imam. Ternyata Imam memilih jenis yang paling jelek dan sangat kasar. Saya sendiri malu untuk memakainya. Pada saat yang sama, Imam sangat berhati-hati menggunakan setiap sen harta yang ada di tangannya. Sedemikian hati-hatinya, maka ketika pembantu rumah tangga Imam, Masyhadi Husaini, pada suatu hari membeli daging ayam buat Imam, ia perintahkan untuk mengembalikan ayam itu dan mengingatkannya untuk sangat bemati-hati menggunakan setiap sen harta Allah.

Pada hari-hari ketika di Najaf, jika ingin pergi ke suatu tempat, Imam jarang sekali naik kereta. Ia lebih suka naik dokar (kenderaan roda tiga). Padahal dokar Najaf selain jelek, kotor sekali. Tidak pantas bagi seorang seperti Imam menaikinya. Tapi Imam lebih memilih kenderaan rakyat jelata ini. Setiap kali Imam menyuruh murid-muridnya mengambil kendaraan, ia selalu mengingatkan. "Awas ! Jangan mengambil kereta. Ambil saja dokar."

Pada suatu ketika, seperti dikisahkan oleh muridnya Syekh Qarahi, seorang ulama besar Najaf meninggal dunia. Imam bermaksud untuk menziarahi. Kerana udara begitu panas, kami, kata Syekh Qarahi, menyewakan Imam kereta.Tapi ketika Imam tahu bahawa kereta itu disewakan khusus untuknya, ia marah besar dan berkata kepada kami: "Mengapa kalian memperlakukan saya seperti ini ? Biarkan saya seperti rakyat biasa lainnya."

Murid-muridnya menceritakan, ketika Imam dibebaskan dari penjara Teheran dan dipulangkan ke kota suci Qum pada tengah malam, tampak dari wajah Imam keletihan yang sangat. Akan tetapi yang pertama-tama dilakukan oleh Imam adalah masuk ke ruang mushalla dan menunaikan shalat malam untuk beberapa waktu. Baru kemudian menemui keluarga dan murid-muridnya yang menunggunya. Imam adalah seorang yang sangat 'abid. Tidak hanya sunnah-sunnah utama, bahkan sunnah-sunnah "kecil" pun jarang ia tinggalkan. Pada bulan-bulan Ramadhan, setiap dua tiga hari Imam menamatkan al-Quran. Selama lebih dari empat puluh tahun, Imam tidak pernah sekalipun meninggalkan shalat malam, tahajud, meski dalam keadaan yang sulit bagaimana pun.

Salah seorang muslimat yang menyertai Imam ke Paris menceritakan, bahawa pada hari-hari pertama Imam di Paris, ketika itu pagi hari Juma'at, serombongan wartawan Amerika bermaksud mewawancara Imam. Pada saat itu masih belum banyak wartawan yang memberi perhatian terhadap pergerakan Imam. Kerana itu wawancara dengan wartawan-wartawan Amerika itu sangat penting. Sebab dari situ akan membuat perjuangan ini lebih dikenal orang. Kerana itu kami tidak ingin kesempatan itu hilang begitu saja. Hal ini kami utarakan kepada Imam. Imam tidak menolak, tapi ia berkata : "Sekarang bukan saatnya wawancara. Sekarang saatnya melakukan amalan-amalan sunnat Juma'at. Jika mereka mau mewancarai saya, tunggu setelah saya melaksanakan amalan-amalan sunnah Juma'at."

Imam adalah seorang yang sangat teliti dan berhati-hati sekali. Hal-hal yang kecil pun sangat ia perhatikannya. Ketika Imam di Paris, beberapa helai akhbar Iran berbahasa Persia tiba di rumah Imam. Saya, ujar muslimah di atas, membungkus alas kaki Imam dengan akhbar tersebut. Saya pilih halaman iklan, supaya pasti tidak ada nama Tuhan (tulisan / lafaz "Allah") di dalamnya. Tapi Imam segera menyuruh saya melepasnya dan berkata, "Boleh jadi nama Tuhan di situ tidak ada, tapi siapa tahu ada nama Muhammad atau Ali di dalamnya. Aku tidak ingin," kata Imam, "nama-nama suci itu, menjadi pembungkus sepatu, kendatipun yang dimaksudkan bukan Muhammad Rasulullah."

Penghormatan yang begitu besar kepada nama-nama suci itu juga ditunjukkan Imam ketika seorang polis Paris meminta tanda tangan Imam di atas foto Imam yang dibawanya. Imam memberikan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan biasanya. Ketika ditanya kepada Imam, mengapa ia melakukan itu, Imam menjawab, "Kerana yang bersangkutan adalah seorang Kristian, dan ia tidak peduli dengan aturan bahawa nama Tuhan tidak boleh disentuh kecuali dengan air wudhu, aku tidak ingin kata 'Allah' yang terdapat dalam nama 'Ruhullah' tersentuh tanpa air wudhu."

Menyangkut orang yang berlainan agama, berbeza dengan perkiraan ramai orang, Imam Khomeini adalah sangat menghargai mereka. Muslimah di atas menceritakan, bahawa ketika pada malam Natal saat Imam berada di Paris, Imam berkata kepada orang-orang di sekitarnya supaya membelikan hadiah buat tetangga-tetangganya yang beragama Nasrani, dan memerintahkan supaya meminta maaf atas nama Imam, kerana telah membuat ketenangan mereka terganggu oleh kehadiran tetamu dan pengikutnya orang-orang ke wilayah tersebut.

Imam memerintahkan supaya setiap tetangga diberikan setangkai bunga, tanda kasih Imam kepada mereka. Muslimah di atas menuturkan: keesokan harinya puluhan wartawan pelbagai negara berkumpul di tempat Imam, takjub akan perlakuan Imam yang selama ini dicap sebagai pelampau. Kebesaran nama Imam dan ketinggian kedudukannya tidak menghalanginya untuk melakukan hal-hal yang mungkin dianggap banyak orang sebagai kecil. Muslimah di atas menceritakan, bahawa suatu hari rumah Imam dikunjungi ramai tamu. Seperti lazimnya, jika banyak tetamu tentu banyak pula pinggan mangkuk yang harus dicuci. Setelah selesai membersihkan pinggan mangkuk yang ada di ruang tamu, Imam segera menuju ke dapur. Saya yang melihat Imam pergi ke dapur sangat terkejut melihat kejadian tersebut. Saya tanya pada salah seorang keluarga Imam, apa yang dilakukan Imam di dapur. Ia menjawab: Imam datang untuk membantu mereka membersihkan pinggan mangkuk.

Mirip kejadian di atas, Hujjatul Islam Sayyid Hamid Ruhani menukil dari salah seorang ulama besar, bahawa ketika pada suatu waktu di musim panas, Imam dan beberapa ulama bersama-sama pergi ziarah ke makam Imam Ali Ridha di kota Masyhad. Setiap malam mereka bersama-sama pergi ke makam untuk melakukan ziarah. Ketika para ulama lainnya sibuk membaca zikir dan doa, Imam justeru bergegas pulang. Imam hanya melakukan doa dan zikir seperlunya. Ia pulang ke rumah dan langsung menyiapkan segala keperluan untuk makan-minum malam ulama-ulama lainnya. Itu dilakukannya setiap malam ketika berada di Masyhad. Ketika saya tanyakan kepada Imam, mengapa ia melakukan itu padahal sudah datang jauh-jauh untuk ziarah ke makam Imam Ali Ridha, tapi justeru tidak memanfaatkan waktu-waktunya untuk berlama-lama di makam Imam Ridha, maka Imam menjawab : "Bagi saya pahala melayani para peziarah Imam, tidak lebih kecil dari pahala ziarah itu sendiri."

Komitmen adalah ciri kelebihan Imam yang lain. Hujjatul Islam Anshari Kirmani, murid Imam, menceritakan bahawa ketika suatu hari, sehari sebelum hari syahidnya putra Imam Ayatullah Mustafa Khomeini, saya diperintahkan Imam keesokkan harinya, pukul sembilan pagi agar menemui rumah salah seorang ulama di Najaf dan bertanya tentang kesihatannya atas nama Imam. Imam memerintahkan saya untuk mencatat pesannya itu supaya jangan lupa. Ketika keesokan harinya saya bermaksud pergi, saya lihat kerumunan manusia di rumah Imam. Saya tanya apa yang terjadi. Orang-orang menceritakan bahawa putra Imam, Ayatullah Mustafa Khomeini, meninggal dunia. Larut sedih bersama kerumunan massa yang kehilangan putra terbaik Islam itu, saya lupa akan tugas saya mengunjungi ulama tersebut. Saya masuk ke dalam untuk mengucapkan belasungkawa kepada Imam. Tapi ketika Imam melihat saya, ia bukan menerima belasungkawa saya, malah bertanya kepada saya apakah saya sudah mendatangi ulama tersebut. Ketika saya katakan bahawa saya lupa kerana dialihkan oleh peristiwa syahidnya putra Imam, Imam segera memerintahkan saya pada saat itu juga untuk menemui ulama tersebut dan memohon maaf atas kelewatan saya.

Imam satu-satunya tokoh agama di dunia yang paling lantang menyerukan perpaduan kaum Muslimin. Bukan sekadar slogan tapi telah dibuktikannya dalam sikap-sikapnya sehari-hari. Seruan itu tidak hanya dilakukannya ketika Imam telah berhasil mendirikan Republik Islam, tapi sudah ditunjukkannya sejak awal ketika belum banyak orang memikirkan secara serius pentingnya persatuan Sunni-Shi'i.

Hujjatul-Islam Hasan Rahimiyan, juga murid Imam, mengisahkan bahawa salah seorang ulama terkenal di salah satu daerah Iran yang mana penduduknya campuran antara penganut Syiah dan Sunni telah menulis surat kepada Imam perlunya mendirikan Madarasah Syiah kerana di situ sudah ada madrasah Sunni. Imam menolaknya dan berkata kepadanya, bahawa tidak boleh menunjukkan persaingan dengan saudara-saudara Ahlusunnah. Adanya madrasah Sunni bukan alasan untuk mendirikan madrasah Syiah, tegas Imam. Ya, memang Imam Khomeini bukan hanya Imamnya orang-orang Syiah sahaja malahan Imam kaum Muslimin di seluruh dunia.


Shi'ites and Sunnis brothers should avoid every kind of dispute. Today, discord among us will only benefit those who follow neither Shi'ia nor Hanafi. They neither want this nor that to exist, and know the way to sow dispute between you and us. We must pay attention that we are all Muslims and we all believe in the Qur'an; we all belive in Tawheed and must work to serve the Qur'an and Tawheed."- Imam



Jika gentar pada risiko..usah bicara erti perjuangan....

1 comments:

Nik Adzhar said...

Ana nk ckp sikit psl artikel tekno. ari ni,masuk ler..

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

© Copyright 2007-2008. Nekadislam.Blogspot.Com. All rightsreserved | Nekadislam.Blogspot.Com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com